Direktorat Audit Bea dan Cukai

Audit Bea dan Cukai

Audit bea dan cukai adalah audit yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Audit bea cukai terbagi menjadi dua, yaitu audit kepabeanan dan audit cukai. Masing-masing audit dilaksanakan berdasar pada undang-undang yang berbeda. Namun, keduanya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sama. Audit kepabeanan didasarkan pada undang-undang kepabeanan, sedangkan audit cukai didasarkan pada undang-undang cukai.

Definisi audit kepabeanan tercantum dalam ketentuan umum undang-undang kepabeanan. Begitu juga dengan cukai, definisi audit cukai tercantum dalam ketentuan umum undang-undang cukai. Apabila dirangkum, maka pengertian dari audit bea dan cukai adalah:

Kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.


Undang-undang kepabeanan yang dimaksud adalah undang-undang nomor 10 tahun 1995. Undang-undang ini telah diubah dengan undang-undang nomor 17 tahun 2007. Sedangkan undang-undang cukai yang dimaksud adalah undang-undang nomor 11 tahun 1995. Serupa dengan undang-undang kepabeanan, undang-undang cukai juga telah diubah dengan undang-undang nomor 39 tahun 2007. PMK yang mengatur tentang audit bea dan cukai adalah PMK Nomor 200/PMK.01/2011. PMK ini pun telah diperbarui dengan diterbitkannya PMK Nomor  258/PMK.04/2016.


Jenis Audit

Ada 3 (tiga) jenis audit yang dilakukan oleh DJBC, yaitu audit umum, audit khusus dan audit investigasi.

  1. Audit umum adalah audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai. Audit umum dilakukan secara terencana berdasarkan Daftar Rencana Objek Audit (DROA) atau sewaktu-waktu. Ini adalah audit yang paling banyak dilakukan oleh bea dan cukai.
  2. Audit khusus adalah audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan tertentu terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan cukai tertentu. Audit khusus dilaksanakan sewaktu-waktu. Contoh dari pelaksanaan audit ini adalah audit atas pengajuan keberatan, banding atau pengajuan penutupan kawasan berikat.
  3. Audit investigasi adalah audit untuk menyelidiki dugaan tindak pidana kepabeanan dan cukai, dilakukan secara sewaktu-waktu dalam hal terdapat indikasi tindak pidana, dan diprioritaskan pelaksanaanya dari audit lainnya.

Tata Laksana dan Kriteria Audit Bea dan Cukai

Audit bea dan cukai adalah bagian dari pemeriksaan pabean. Audit kepabeanan dan audit cukai merupakan audit kepatuhan (compliance audit) yang dilaksanakan untuk menguji kepatuhan dan ketaatan auditee terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini adalah peraturan kepabeanan dan cukai dan peraturan lain yang terkait dengan kegiatan ekspor dan impor. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pembahasan mengenai audit bea dan cukai ini. Pertama adalah mengenai tata laksananya, dan yang kedua adalah kriteria yang digunakan untuk menguji kepatuhan auditee.

Tata Laksana Audit

Proses audit merupakan suatu proses dengan metodologi yang jelas dan terukur. Lebih dari itu proses ini juga harus berdasar pada standar yang jelas dan objektif. Tata laksana audit juga harus dapat dipertanggungjawabkan. DJBC menyadari ini dan telah membuat dasar hukum dan pedoman yang jelas dalam proses audit kepabeanan dan audit cukai. Berikut adalah hal-hal terkait audit yang telah diatur dengan jelas oleh DJBC:

  1. Standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
  2. Sertifikasi Keahlian dan Uraian Tugas Auditor, Ketua Auditor, Pengendali Teknis Audit (PTA) dan Pengawas Mutu Audit (PMA);
  3. Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
  4. Petunjuk Pelaksanaan Monitoring Tindak Lanjut dan Evaluasi Hasil Audit Kepaebanan dan Audit Cukai; dan
  5. Penjaminan Kualitas Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring Dan Evaluasi Hasil Audit Audit Kepaebanan dan Audit Cukai

Bagi auditee, mungkin yang terpenting adalah tata laksana bagaimana audit dilaksanakan. Itu hanya satu dari beberapa hal yang melingkupi audit sebagai satu kesatuan integral. Standar audit dan sertifikasi mungkin hanya akan dipelajari oleh auditee jika dalam proses audit terjadi konflik dan auditee ingin memastikan bahwa tim audit memiliki posisi legal yang sah dan meyakinkan.

Monitoring dan penjaminan kualitas mungkin perlu diketahui oleh auditee hanya sebatas untuk memberikan pengertian bahwa dalam pelaksanaannya, tim audit juga tidak berkuasa penuh. Tim audit juga diawasi dan harus berjalan pada koridor yang telah ditetapkan.

Kriteria

Bea cukai adalah instansi pelaksana teknis yang mengawasi lalu lintas barang antar negara. Semua kementerian dan lembaga, kecuali imigrasi dan karantina, wajib menitipkan tugas pengawasan dan pelayanan terkait dengan lalu lintas barang kepada DJBC.

Kriteria utama dalam pelaksanaan audit tentunya adalah peraturan perundangan dibidang kepabeanan dan cukai. Namun, karena DJBC juga mendapat tugas titipan, maka semua peraturan titipan ini juga menjadi kriteria yang harus dipenuhi oleh auditee. Termasuk didalamnya adalah ketentuan mengenai larangan dan pembatasan (lartas) ekspor dan impor.


Objek Audit

Objek audit kepabeanan adalah pengguna jasa kepabeanan. Objek audit cukai adalah pengguna jasa cukai, atau biasa disebut reksan cukai.

Pengguna jasa kepabeanan dalam hal ini adalah importir, eksportir, PPJK, PJT, pengangkut dan perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. Perusahaan penerima fasilitas kepabenan antara lain adalah perusahaan yang ditetapkan sebagai penyelenggara atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB), perusahaan pengguna fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan perusahaan dalam kawasan Free Trade Zone (FTZ).

Sedang reksan cukai yang dapat ditunjuk sebagai auditee adalah pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, pengusaha tempat penjualan eceran dan importir barang kena cukai.

Audit dilaksanakan untuk memeriksa kebenaran pemberitahuan pabean dan dokumen cukai. Pemberitahuan kepabeanan itu sendiri meliputi pemberitahuan pengangkutan barang, pemberitahuan pabean ekspor, pemberitahuan pabean impor, dan pemberitahuan pemasukan – pengeluaran barang dari tempat atau kawasan yang berada di bawah pengawasan pabean.


Tim Audit

Tidak semua kantor bea dan cukai memiliki Tim Audit. Tim audit bea dan cukai di bentuk di tingkat pusat dan kantor wilayah DJBC. Tim audit tidak dibentuk di tingkat kantor pelayanan. Bahkan Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai (KPU BC) yang setara dengan kantor wilayah juga tidak memiliki tim audit. Tim audit terdiri dari seorang Pengawas Mutu Audit (PMA), seorang Pengendali Teknis Audit (PTA), seorang Ketua Tim dan satu atau lebih Auditor. Dalam tim audit dapat juga ditambahkan pelaksana administrasi untuk proses regenerasi.

Dalam pelaksanaannya, PMA dan PTA dapat membawahi lebih dari satu surat tugas dalam satu waktu. Sedangkan Ketua Tim audit hanya dapat melaksanakan satu penugasan dalam watu waktu pekerjaan lapangan. Ketika pekerjaan lapangan selesai, Ketua Tim dapat mendapatkan penugasan berikutnya meskipun audit yang dilakukan belum menghasilkan Laporan Hasil Audit (LHA).

Seiring perkembangan terkini, dalam program sinergi antara DJBC dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), telah diinisiasi pelaksanaan audit bersama antara bea cukai dan pajak (joint audit). Serupa dengan tim yang lain, tim joint audit DJBC dan DJP juga dibentuk ditingkat pusat dan di tingkat kantor wilayah. DJBC dan DJP keduanya merupakan Eselon I Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas dan fungsi yang sejalan dalam mengelola keuangan negara. DJP dalam proses bisnisnya juga melakukan pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak yang kadang juga merupakan pengguna jasa kepabeanan atau reksan cukai.


Wewenang Tim Audit

Dalam pelaksanaan audit, pada dasarnya tim audit berwenang meminta data apapun selama tim audit mampu menunjukkan korelasi data yang diminta dengan pengujian yang akan dilakukan. Dalam peraturan diatur kewenangan tim audit sebagai berikut:

  1. Meminta data audit;
  2. Meminta keterangan, baik lisan maupun tertulis dari auditee maupun pihak lain yang terkait;
  3. Memasuki tempat, bangunan atau ruangan dan melakukan pemeriksaan yang diperlukan;
  4. Melakukan tindakan pengaman, berupa penyegelan atau pelekatan tanda pengaman, yang dipandang perlu dalam rangka pelaksanaan audit.

Laporan Hasil Audit (LHA)

Hasil akhir dari proses audit adalah Laporan Hasil Audit (LHA). Sebelum menuangkan hasil audit dalam LHA, tim audit akan menyampaikan Daftar Temuan Sementara (DTS). DTS yang berbentuk tabel. Kolom terakhir dari tabel ini adalah kolom kosong dengan judul Tanggapan Auditee. Pada kolom inilah nantinya perusahaan diminta untuk menyampaikan tanggapannya. Tanggapan dapat diisi dengan pernyataan setuju atau tidak setuju, menerima atau tidak menerima temuan audit. Dalam hal ada temuan yang tidak disetujui, maka proses audit akan dilanjutkan dengan pembahasan.

LHA merupakan laporan terdiri dari 3 (tiga) bab, yaitu: Uraian Kegiatan, Profil Auditee, dan Kesimpulan dan Rekomendasi. Rekomendasi terbagi menjadi dua jenis. Ada rekomendasi yang berupa tagihan, dan ada juga rekomendasi non-tagihan. Rekomendasi yang berupa tagihan akan ditindaklanjuti dengan penerbitan surat penetapan pabean oleh kantor bea dan cukai. Surat penetapan pabean ini dapat diterbitkan oleh kantor pelayanan, kantor wilayah, maupun kantor pusat bea dan cukai. Rekomendasi non-tagihan biasanya berupa saran untuk perbaikan prosedur dan tata kerja agar lebih sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

LHA akan ditindaklanjuti dengan pembuatan surat tidak lanjut kepada kantor bea cukai yang wilayah kerjanya membawahi auditee. Kantor pelayanan akan diminta untuk melakukan pemantauan pelaksanaan rekomendasi hasil audit, baik yang berupa tagihan, maupun non tagihan.


Download:

  1. PER-31/BC/2017 tentang Standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
  2. PER-32/BC/2017 tentang Sertifikasi Keahlian dan Uraian Tugas Auditor, Ketua Auditor, Pengendali Teknis Audit (PTA) dan Pengawas Mutu Audit (PMA);
  3. PER-35/BC/2017 tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai;
  4. PER-24/BC/2019 tentang PER-35/BC/2017 tentang Tatalaksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.
  5. PER-26/BC/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Monitoring Tindak Lanjut dan Evaluasi Hasil Audit Kepabeanan, Audit Cukai dan Penelitian Ulang; dan
  6. PER-27/BC/2019 tentang Penjaminan Kualitas Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi Hasil Audit Kepabeanan dan Audit Cukai.




Warngadun 😀

Warngad: “Gw kok pengen jadi auditor bea cukai yak. Kayaknya enak banget deh kerjanya. Dateng ke perusahaan, ketemunya sama direktur sama manager, tidur di hotel, kerja pake laptop, wuih..”
Kombot: “Petugas bea cukai aja, yang ganteng-gagah pake seragam dan udah pernah pegang bedil, gak semua bisa jadi auditor. Untuk jadi auditor bea cukai, pertama lu harus jadi bea cukai dulu, habis itu lu juga kudu punya skill dan pengetahuan terkait audit, harus ngerti akuntansi. Emang lu paham?”
Warngad: “Ya kan gw bisa belajar.”
Kombot: “Petugas bea cukai itu dipercaya sama negara untuk ngaudit perusahaan, demi dan untuk kepentingan negara. Lah elu, bini aja gak percaya sama elu, apalagi negara.”
Warngad: “Nah, kalo ini logis.”
Kombot: “Makanya gak usah mikir yg aneh-aneh. Eh, besok mancing jadi gak?”
Warngad: “Jadi lah!”
Kombot: “Emang lu dikasih ijin sama bini.”
Warngad: “Gw bilangnya besok ada acara lembur di kantor. Ha..ha..”
Kombot: “Nah kan!”

***