Tarif Preferensi

Tarif Preferensi Bea Masuk

Tarif preferensi adalah tarif yang dikenakan terhadap barang impor berdasarkan perjanjian internasional. Setiap barang impor wajib diberitahukan dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Dalam PIB tersebut, barang diklasifikasikan ke dalam nomor-nomor Harmonized System Code (HS Code). Tiap nomor HS yang ada dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) ini memiliki tarif bea masuk. Dengan sistem ini semua barang di muka bumi ini dapat ditentukan nilai bea masuknya jika barang tersebut akan diimpor ke dalam negeri, yaitu dengan mengalikan tarif bea masuk ini dengan nilai pabean barang tersebut.

Namun, perlu diketahui bahwa atas klasifikasi barang yang berupa HS Code ini, ada beberapa jenis tarif yang berlaku dan dapat digunakan. Satu nomor HS Code yang sama dapat dikenakan tarif yang berbeda sehingga dimungkinkan adanya perbedaan pembayaran bea masuk meskipun barang tersebut memiliki HS Code yang sama. Ada tarif yang berlaku secara umum, yaitu tarif MFN dan ada juga tarif preferensi yang berlaku secara khusus.

Tarif khusus ini dapat digunakan jika persyaratan dan ketentuan tentang penggunaan tarif ini dipenuhi. Secara umum tarif yang berlaku secara khusus ini adalah akibat dari adanya perjanjian bilateral maupun regional antar negara. Oleh karenanya, secara umum pula, persyaratan penggunaan tarif secara khusus ini adalah dengan melampirkan surat keterangan asal atau certificate of origin bahwa barang impor tersebut adalah ‘made in’ suatu negara.


Tarif Most Favoured Nation (MFN)

Tarif MFN adalah tarif yang berlaku secara umum dan tercantum pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Tarif MFN ini memiliki dasar hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. PMK ini baru satu kali mengalami perubahan yaitu dengan diterbitkannya PMK nomor 133/PMK.011/2013 yang merubah tarif untuk jenis barang impor berupa Kedelai dengan Pos Tarif Nomor 1201.90.00.00.

Tarif ini juga digunakan bila pemenuhan persyaratan penggunaan tarif lain gugur atau tidak dapat diterima. Misalnya, importir mengajukan impor barang dari negara ASEAN lainnya dan menggunakan form D untuk penggunaan tarif ATIGA. Bila menurut Pejabat Bea dan Cukai Form D ini gugur dan tidak berlaku, maka penentuan pembayaran bea masuk atas barang tersebut dikembalikan kepada tarif MFN ini. Baca Selengkapnya

NIK

Doktor Juga Butuh NIK

“Kalau cuma begini Mas, saya siap jadi dosennya Beacukai!. Biar saya ajari mereka sampai bisa!! Masa orang sekantor gak ngerti semua?!”, geram seorang klien di siang yang panas itu.

Ilustrasi di atas bukan fiksi. Melainkan kisah nyata bagaimana kesan buruk (bad experience) yang diperoleh seorang klien dapat memicu sikap gebyah-uyah. Apa jadinya jika klien tersebut adalah seorang yang didengar oleh masyarakat? Efeknya tentu bisa berlipat ganda. Baca Selengkapnya