customs clearance

Customs Clearance

Customs clearance, dalam terjemahan bebas, artinya adalah pemenuhan kewajiban kepabeanan di bidang ekspor dan impor. Undang-undang yang mengatur mengenai hal ini adalah undang-undang kepabeanan nomor 10 tahun 1995. Undang-undang ini telah diubah dengan undang-undang nomor 17 tahun 2006. Pasal-pasal pada undang-undang kepabeanan kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Petunjuk teknisnya diatur oleh Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen). Dalam arti sempit, customs clearance biasanya dimaknai sebagai pemenuhan kewajiban kepabeanan terkait pengeluaran barang. Dalam arti yang lebih luas, customs clearance mempunyai tiga tahapan, yaitu Pre-Clearance, Clearance dan Post Clearance.


customs clearance


Pre-Clearance

Dalam hal impor, sebelum barang datang, perusahaan diharuskan melakukan registrasi kepabeanan. Registrasi kepabeanan ini dilakukan untuk mendapatkan Akses Kepabeanan yang diwujudkan dengan pemberian Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). Untuk menjadi importir, maka perusahaan wajib memiliki NIK sebagai importir. Begitu juga untuk pengguna jasa kepabeanan lainnya. Ini merupakan salah satu contoh dari pemenuhan kewajiban kepabeananan sebelum barang datang, atau dalam pembahasan kali ini kita sebut sebagai pre-clearance.

Dahulu, legalitas sebagai pengguna jasa kepabeanan hanya diwujudkan dalam bentuk NIK yang diterbitkan oleh DJBC. Sekarang hanya pengguna jasa kepabeanan sebagai pengangkut, pengusaha jasa titipan (PJT) dan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) yang masih diwajibkan untuk melakukan registrasi kepabeanan guna mendapatkan NIK. Untuk pengguna jasa kepabeanan sebagai importir dan eksportir, NIK dapat digantikan dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diterbitkan oleh portal online single submission.

Selain legalitas, pengurusan perijinan yang diperlukan terkait dengan produk yang akan diimpor juga masuk ke dalam tahapan pre-clearance. Beberapa barang membutuhkan ijin khusus untuk dapat diimpor. Dalam terminologi kepabeanan, barang-barang seperti ini biasa disebut sebagai barang terkena larangan dan pembatasan (lartas).


Clearance

Pemenuhan kewajiban pabean pada saat impor meliputi banyak hal. Importasi sendiri dapat dilakukan dengan banyak cara, yang tentunya memiliki prosedur yang berbeda. Importasi melalui pos maupun jasa titipan dan importasi melalui pelabuhan laut menggunakan kontainer pastilah berbeda prosesnya. Untuk memberikan gambaran, proses clearance atas impor mungkin akan menjalani (tapi tidak terbatas pada) hal-hal sebagai berikut:

  1. Pembuatan pemberitahuan pabean dan sending data ke bea cukai;
  2. Pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor;
  3. Pemeriksaan fisik barang;
  4. Pemeriksaan dokumen;
  5. Pengambilan sample barang untuk pemeriksaan fisik maupun uji laboratorium;
  6. Pengeluaran barang.

Dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal PIB, petugas bea cukai pemeriksa dokumen masih dapat memeriksa dokumen yang diajukan. Jika ada yang perlu ditagih, maka petugas akan menerbitkan nota pembetulan. Meskipun nota pembetulan ini dikeluarkan setelah barang keluar dari pelabuhan, saya masih mengkategorikan hal ini sebagai bagian dari clearance karena merupakan hasil dari pemeriksaan dokumen dalam rangka pengeluaran barang. Hanya saja untuk mendukung kelancaran arus barang pemeriksaan dokumen dilakukan kemudian.

Dalam proses clearance, bea cukai menetapkan tiga jalur pelayanan impor, yaitu jalur merah, jalur hijau dan jalur kuning. Beda jalur pelayanan, beda pula proses yang dijalani. Selain jalur pelayanan, dalam proses clearance ini mungkin akan terkait juga dengan fasilitas dan kemudahan di bidang kepabeanan. Fasilitas kepabeanan erat kaitannya dengan penyelesaian bea masuk yang terutang. Sedangkan kemudahan kepabeanan lebih terkait dengan prosedur dan tata laksana.


Post Clearance

Undang-undang kepabeanan memberikan wewenang kepada DJBC untuk menetapkan tarif dan nilai pabean dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal PIB maupun PEB. Penetapan tarif dan nilai pabean setelah importasi dilakukan dengan mekanisme penelitian ulang atau audit kepabeanan. Kedua hal ini adalah bentuk dari Post-Clearance. Meskipun ekspor atau impor telah selesai dilakukan, jika perusahaan ditunjuk sebagai objek audit atau penelitian ulang, maka perusahaan wajib bersedia dan melaksanakan proses itu.

Baik audit kepabeanan maupun penelitian ulang, dalam hal menghasilkan tagihan, maka akan diterbitkan penetapan pabean. Penetapan ini akan menjadi dasar penerbitan billing yang wajib diselesaikan oleh perusahaan. Penetapan dapat berbentuk SPKTNP, SPP maupun SPSA bergantung pada temuan yang dihasilkan.

Audit Kepabeanan

Audit kepabeanan dilakukan oleh tim audit yang ditunjuk oleh kantor bea dan cukai. Hanya kantor wilayah dan kantor pusat DJBC yang mempunyai tim audit. Periode audit adalah 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang. Lamanya proses audit biasanya berkisar antara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan. Dalam hal penyelesaian audit memerlukan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, maka perpanjangan waktu penyelesaian audit memerlukan ijin dari Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai.

Dalam proses audit, tim audit akan menyerahkan Daftar Temuan Sementara (DTS) kepada auditee. Jika DTS ini disetujui seluruhnya, maka proses audit akan langsung dilanjutkan dengan pembuatan Laporan Hasil Audit (LHA). Dalam hal ada sebagian atau seluruh temuan ditolak oleh auditee, maka proses audit akan dilanjutkan dengan pembahasan. Hasil akhir audit kepabenan adalah Laporan Hasil Audit (LHA). LHA ini akan berisi kesimpulan dan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti.

Penelitian Ulang Tarif dan/atau Nilai Pabean

Penelitian ulang tarif dan atau nilai pabean, biasa dsiebut penul, adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean. Tarif yang dimaksud disini adalah penetapan klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk, sedangkan nilai pabean adalah pemberitahuan atas nilai transaksi atau harga dari barang impor yang bersangkutan.

Hasil akhir penelitian ulang akan dituangkan dalam Nota Hasil Penelitian Ulang (NHPU). NHPU disusun oleh Pejabat Bea dan Cukai sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan penelitian ulang. NHPU diselesaikan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal diterbitkannya surat tugas atau surat perintah. Jangka waktu ini dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari. Satu penugasan penelitian ulang dapat dituangkan dalam lebih dari satu NHPU.





Warngadun 😀

Warngad: “Mbot, bisa bantu keluarin barang gak?”
Kombot: “Barang siapa?”
Warngad: “Barang gw lah.”
Kombot: “Barang situ, ngapain gw yang keluarin?”
Warngad: “Gw kagak ngerti caranya, dodol!”
Kombot: “Yaelah, tinggal buka resleting, kalo pake semp…”
Warngad: “Eh lontong, ini barang impor, keluarin dari pelabuhan, otak lu kenapa kesana mikirnya yak!!”
Kombot: “Ya elu ngomong kagak jelas, bilang dong, customs clearance gitu.”
Warngad: “Apaan tuh?”
Kombot: “Customs itu bea cukai, clearance itu penyelesaian. Kalo digabung artinya pemenuhan atau penyelesaikan kewajiban kepabeanan terkait importasi atau eksportasi. Makanya belajar dong, buka pakgiman.com, biar kerenan dikit ente punya bahasa.”

***

One thought to “Customs Clearance”

Tinggalkan Balasan