jaminan bea cukai

Jaminan dalam rangka Kepabeanan

Kepabeanan sangat erat kaitannya dengan pembayaran pungutan negara. Dalam pelaksanaannya, pengguna jasa terkadang tidak mampu melakukan pelunasan atas pungutan tersebut dengan segera. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memberikan kesempatan penggunaan jaminan dalam rangka kepabeanan sebagai salah satu pilihan atau solusi atas hal ini.


Jaminan dalam rangka kepabeanan dapat berbentuk:

  1. jaminan tunai;
  2. jaminan bank (Bank Garansi);
  3. jaminan dari perusahaan asuransi berupa Customs Bond;
  4. jaminan Indonesia EximBank (Jaminan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia);
  5. jaminan perusahaan penjaminan;
  6. jaminan perusahaan (Corporate Guarantee), atau
  7. jaminan tertulis.

Jaminan diserahkan sebesar pungutan negara yang terutang atau jumlah tertentu yang diatur dalam peraturan kepabeanan yang mensyaratkan penyerahan jaminan. Jaminan dapat digunakan untuk memenuhi kewajiban penyerahan jaminan yang dipersyaratkan dalam peraturan kepabeanan atau menjamin dibayarnya pungutan negara atas:

  1. penundaan pembayaran atas importasi;
  2. pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan menyerahkan jaminan;
  3. impor sementara; atau
  4. pengajuan keberatan.

Jaminan dapat digunakan untuk satu kali pakai atau terus-menerus. Jaminan tertulis hanya dapat digunakan sekali pakai. Jaminan yang digunakan terus-menerus dilakukan dengan cara:

  1. jaminan diserahkan dan dikurangi setiap ada pungutan bea masuk sampai jaminan tersebut habis; atau
  2. jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas sehingga setiap pelunasan bea masuk dilakukan dengan tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan.

Corporate Guarantee dapat digunakan untuk menjamin seluruh kegiatan kepabeanan. Tapi tidak semua bentuk jaminan dapat berlaku seperti itu. Jaminan apa untuk jenis kepabeanan apa ditentukan oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Bentuk jaminan lain dan kegunaannya yang belum diatur oleh PMK diatur oleh Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen BC). Bentuk lain yang belum diatur oleh PMK maupun Perdirjen BC, diatur oleh Kepala Kantor Pabean setempat.

Jaminan dalam rangka kepabeanan

Baca Selengkapnya

Keberatan di Bidang Kepabeanan

Keberatan di bidang kepabeanan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 217/PMK.04/2010 tentang Keberatan di bidang Kepabeanan. PMK ini diturunkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Perdirjen) Nomor PER-1/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Di Bidang Kepabeanan. Perdirjen ini juga sudah diubah dengan dikeluarkannya Perdirjen Nomor PER-09/BC/2016. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, keberatan dan banding di bidang kepabeanan diatur dalam Bab XIII tentang Keberatan dan Banding, yang memuat Pasal 93, Pasal 93A, Pasal 94 dan Pasal 95.


“Pak, perusahaan saya diblokir. Saya merasa keberatan karena saya jadi tidak bisa ekspor. Barang numpuk di gudang, biaya membengkak sedang pemasukan tidak ada. Bisa saya mengajukan keberatan?” Ehm.., nah ini agak repot jawabnya. Jika yang dimaksud adalah mengajukan keberatan secara tertulis ke bea cukai agar blokirnya dibuka, jawabnya tidak boleh. Itu artinya Bapak salah proses.

Kalo Bapak mau blokirnya dibuka, buatlah surat permintaan pembukaan blokir, lalu ikuti prosesnya. Pemblokiran bukan merupakan suatu penetapan yang bisa diajukan keberatan. Biarpun itu adalah juga ‘keputusan’ yang dibuat oleh Pejabat Bea dan Cukai. Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari perihal keberatan dan banding ini .. 


PER-1/BC/2011 dan PER-09/BC/2016

Bea dan Cukai sebagai institusi negara yang bertugas mengawasi dan memfasilitasi perdagangan internasional telah mengadopsi sistem self assesment dalam sebagian besar pemenuhan customs clearance. Self assesment ini terlihat pada pengisian PIB, PEB maupun pemberitahuan pabean lainnya yang dilakukan sendiri oleh pengguna jasa. Beriringan dengan sistem self assesment ini, bea cukai juga masih menggunakan sistem penetapan yang dilakukan oleh pejabatnya. Baik itu penetapan sebagai proses lanjutan dari pengisian yang dilakukan secara self assesment maupun penetapan tersendiri. Penetapan sebagai proses lanjutan dari self assesment contohnya adalah penetapan tarif dan nilai pabean atas PIB, sedang penetapan tersendiri contohnya adalah penetapan atas sanksi administrasi.

Dalam hal penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengandung kesalahan, dirasa tidak pas, atau merupakan produk yang tidak sesuai dengan data dan bukti pendukung, maka pengguna jasa diperkenankan untuk mengajukan keberatan atas penetapan tersebut. Hal ini untuk menjamin adanya kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari asas keadilan. Baca Selengkapnya