BTKI 2012

Mari sejenak kita luangkan waktu untuk mengupas sedikit tentang BTKI 2012. Memang peraturan terkait BTKI ini sudah lama terbit, tapi tak apalah untuk sekedar me-refresh pengetahuan kita tentang sisi-sisi bea cukai. Pun, sampai saat ini kita masih memakai BTKI 2012. Sempat ada wacana untuk memperbarui BTKI ini, tapi sampai saat ini klasifikasi barang yang digunakan untuk pengisian pemberitahuan pabean masih mengacu dan masih menggunakan BTKI 2012.


BTKI 2012

BTKI, yang mempunyai kepanjangan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia, dahulu bernama BTBMI. BTBMI merupakan singkatan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia. Perubahan nama atau istilah ini dikarenakan sejak 2012, buku tersebut juga memuat tentang tarif bea keluar. Sebelumnya BTMI hanya berisi tentang kode Harmonized System, tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Sebelum tahun 2012, tarif bea keluar yang dahulu bernama pajak ekspor tidak tercantum dalam kolom-kolom struktur BTKI.

Sebelum diberlakukannya BTKI 2012, pengklasifikasian barang ke dalam kode atau angka-angka dilakukan dengan menggunakan BTBMI 2007, dan sebelumnya lagi menggunakan BTBMI 2003. BTKI 2007 disusun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.010/2006 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor dalam Rangka Skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT).

BTKI 2012, begitu juga BTBMI 2007 dan BTBMI 2003, sebenarnya berisi tentang Harmonized System yang dikeluarkan oleh World Customs Organization (WCO), yaitu organisasi perserikatan institusi kepabeanan dari seluruh dunia. Indonesia meratifikasi Harmonized System berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 35 Tahun 1993 tentang Pengesahan International Convention on the Harmonized Commodity Description and Coding System beserta Protokolnya. BTKI 2012 disusun berdasarkan Amandemen Kelima Harmonized System (HS) dan Revisi Kedua ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN) dengan tambahan tarif bea masuk, tarif bea keluar dan tarif perpajakan barang yang berlaku di Indonesia. Baca Selengkapnya

pemberitahuan pabean

Pemberitahuan Pabean

Bea dan cukai mensyaratkan pemenuhan kewajiban kepabeanan dengan penyerahan pemberitahuan pabean. Yang dimaksud dengan pemberitahuan pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam undang-undang kepabeanan.


Daftar Lengkap Pemberitahuan Pabean

NOKODENAMA PEMBERITAHUAN
1BC 1.0Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut/Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP/JKSP)
2BC 1.1Pemberitahuan Manifes Kedatangan/Keberangkatan Sarana Pengangkut
3BC 1.2Pemberitahuan pengeluaran barang impor dari kawasan pabean untuk diangkut ke tempat penimbunan sementara di kawasan pabean lainnya
4BC 1.3Pemberitahuan Pengangkutan Barang Asal Daerah Pabean Dari Satu Tempat Ke Tempat Lain Melalui Luar Daerah Pabean
5BC 1.6Pemberitahuan Pabean Pemasukan Barang Impor Untuk Ditimbun di Pusat Logistik Berikat
6BC 2.0Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
7BC 2.1Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK)
8BC 2.2Pemberitahuan atas Barang Pribadi Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut (Customs Declaration)
9BC 2.3Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat
10BC 2.4Pemberitahuan Penyelesaian Barang asal Impor yang Mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)
11BC 2.5Pemberitahuan Impor Barang dari Tempat Penimbunan Berikat
12BC 2.6.1Pemberitahuan Pengeluaran Barang dari Tempat Penimbunan Berikat dengan Jaminan
13BC 2.6.2Pemberitahuan Pemasukan Kembali Barang yang Dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan Jaminan
14BC 2.7Pemberitahuan Pengeluaran Barang untuk Diangkut dari Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lainnya
15BC 2.8Pemberitahuan Impor Barang dari Pusat Logistik Berikat (PLB)
16BC 3.0Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
17BC 3.2Pemberitahuan Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain Ke Luar Daerah Pabean
18BC 3.3Pemberitahuan Ekspor Barang Melalui atau Dari Pusat Logistik Berikat
19BC 3.4Pemberitahuan Pembawaan Barang untuk Dibawa Kembali
20BC 4.0Pemberitahuan Pemasukan Barang Asal Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Tempat Penimbunan Berikat
21BC 4.1Pemberitahuan Pengeluaran Kembali Barang Asal Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dari Tempat Penimbunan Berikat
22PPFTZ-01Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean
23PPFTZ-02Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas lainnya, dan Kawasan Ekonomi Khusus
24PPFTZ-03Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean
25BC 1.2-FTZPemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang dari Kawasan Pabean di Kawasan Bebas untuk diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya

Baca Selengkapnya

Sanksi Administrasi di Bidang Kepabeanan

Sanksi Administrasi di Bidang Kepabeanan

Sanksi administrasi di bidang kepabeanan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008, yang sudah diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2019.

Penegakan hukum paling efektif mungkin adalah dengan memberikan sanksi atas pelanggaran yang diatur oleh hukum tersebut. Kepabeanan dan cukai sepertinya juga menganut paham yang serupa. Pada beberapa peraturan banyak didapati pasal yang mengatur tentang sanksi. Ada sanksi pidana dan ada juga sanksi administrasi. Namun, karena bea cukai adalah institusi yang banyak berkaitan dengan dunia usaha yang dijalankan dengan ‘duit’ maka sepertinya sanksi-administrasi-berupa-denda lebih banyak diperbincangkan. Kali ini kita akan membahas tentang Sanksi Administrasi di Bidang Kepabeanan.


Sanksi Pidana VS Sanksi Administrasi

Dalam terminologi kepabeanan dan cukai, sanksi dibagi menjadi dua jenis: sanksi pidana dan sanksi administrasi. Sanksi pidana ini juga masih terbagi menjadi dua, yaitu sanksi pidana pabean dan sanksi pidana cukai.

Sanksi pidana pabean diatur dalam undang-undang kepabeanan yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006. Ketentuan tentang pidana kepabeanan lebih tepatnya terletak pada Bab XIV pada pasal 102 sampai dengan pasal 111. Sedangkan sanksi pidana cukai diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007. Ketentuan tentang tindak pidana di bidang cukai ini diatur dalam Bab XII pasal 50 sampai dengan pasal 62.

Kedua sanksi pidana, baik pabean maupun cukai, sudah secara jelas tersurat pada kedua undang-undang berikut perubahan dan penjelasannya, oleh karenanya (setahu kami) tidak ada peraturan yang lebih spesifik mengaturnya lagi. Baca Selengkapnya

Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)

Pada tanggal 20 Agustus 2007 Pemerintah Indonesia bersama dengan Pemerintah Jepang menandatangani perjanjian bilateral di bidang perdagangan dan ekonomi antar kedua negara yang disebut dengan Agreement between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership. Perjanjian inilah yang di kemudian hari menjadi dasar bagi skema preferensi tarif dalam rangka Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (Tarif IJEPA) maupun tarif dalam rangka User Spesific Duty Free Scheme (Tarif USDFS).

Menindaklanjuti penandatanganan perjanjian tersebut, pada tanggal 19 Mei 2008 Presiden Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2008 yang meratifikasi perjanjian tersebut untuk menjadi bagian dari peraturan perundangan di Indonesia. Naskah perjanjian itu sendiri ditulis dalam bahasa Inggris karena melibatkan dua negara yang mempunyai perbedaan bahasa, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa masing-masing negara. Berdasarkan pasal dalam perpres tersebut, apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris maka yang berlaku adalah naskah aslinya dalam Bahasa Inggris.

Melengkapi struktur perundangan tentang IJEPA maka selanjutnya diterbitkanlah 3 (tiga) paket Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yaitu PMK Nomor 94/PMK.011/2008; Nomor 95/PMK.011/2008; dan Nomor 96/PMK.011/2008.

PMK Nomor 94/PMK.011/2008 berisi tentang modalitas penurunan tarif bea masuk dalam rangka persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai suatu kemitraan ekonomi. PMK ini ditetapkan pada tanggal 30 Juni 2008 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2008. Dalam PMK ini diatur modalitas penurunan tarif sebagai berikut: Baca Selengkapnya

User Spesific Duty Free Scheme (USDFS)

Jepang adalah negara kecil, tapi produk buatannya sangat mendominasi pasar Indonesia. Merek dagang dari Jepang sangat familiar bagi masyarakat Indonesia, dari mulai Honda, Yamaha, Pocari Sweat, LG, Hitachi dan lain sebagainya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Apakah murni karena produk Jepang lebih unggul di bidang teknologi, daya tahan dan harga yang bersaing? Ataukah adakah fasilitas yang mereka dapatkan lebih dari negara lain?


Sejak tanggal 1 Juli 2008 importasi beberapa jenis barang dari negara Jepang dapat diberikan tarif bea masuk 0% melalui skema USDFS. USDFS ini merupakan bagian dari pemberlakuan Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). User Spesific Duty Free Scheme (USDFS) adalah skema penetapan tarif bea masuk yang diberikan khusus kepada badan usaha yang berbadan hukum di Indonesia yang layak mendapatkan fasilitas USDFS. Layak tidaknya suatu perusahaan untuk menerima fasilitas USDFS ditentukan oleh Kementerian Perindustrian sedangkan pemberian fasilitas USDFS itu sendiri dilakukan oleh Kementerian Keuangan.


BEA MASUK USDFS

Untuk dapat menggunakan tarif bea masuk USDFS, terlebih dahulu perusahaan harus mendapatkan penetapan sebagai ‘user’ oleh Kementerian Perindustrian. Penetapkan sebagai user ini dilakukan setelah perusahaan diverifikasi oleh Surveyor yang ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian dan dianggap layak untuk menerima fasilitas USDFS. Penetapan sebagai ‘user’ dan kelayakan untuk menerima fasilitas USDFS ini tertuang dalam SKVI-USDFS.

SKVI – USDFS atau Surat Keterangan Verifikasi Industri – User Spesific Duty Free Scheme adalah hasil verifikasi industri yang dilakukan oleh Surveyor terhadap badan usaha yang berbadan hukum di Indonesia yang mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai ‘User’ penerima fasilitas USDFS. Untuk mendapatkan SKVI-USDFS perusahaan harus mengajukan permohonan kepada Kementerian Perindustrian. SKVI-USDFS ini selain berisi keterangan terkait layak-tidaknya suatu perusahaan untuk ditetapkan sebagai ‘user’, juga memuat rencana jenis, jumlah dan spesifikasi barang yang akan diimpor untuk satu tahun.

Setelah mendapatkan SKVDI-USDFS dan ditentukan layak sebagai penerima fasilitas USDFS, perusahaan kemudian dapat mengajukan permohonan penggunaan tarif USDFS kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Teknis Kepabeanan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang beralamat di Jalan Jendral A. Yani Jakarta 13230. Permohonan tersebut wajib dilampiri dengan dokumen sebagai berikut:

  1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  2. Nomor Identitas Kepabeanan (NIK); dan
  3. SKVI-USDFS yang telah ditandasahkan atau disetujui oleh Menteri Perindustrian atau Pejabat yang ditunjuk.

Atas permohonan tersebut, Direktur Teknis Kepabeanan akan melakukan penelitian, dan jika diperlukan, Direktur Teknis Kepabeanan dapat meminta data teknis dari barang yang diajukan untuk menggunakan tarif bea masuk dalam rangka USDFS. Keputusan pemberian atau penolakan pengajuan permohonan diberikan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Jika diterima, Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka USDFS. Jika ditolak, Direktur Teknis Kepabeanan akan menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasan penolakan. Baca Selengkapnya